Bendera Berkibar Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com

Assalamu'alaikum Warahmatullah.. Krueseumangat...Selamat datang di Blog Partai Aceh DPW Aceh Rayeuk semoga anda puas dengan sajian berita dari kami untuk anda. Sebagai sumbangsih berita dari pengunjung ke Blog Partai Aceh DPW aceh Rayeuk, pengunjung dapat mengirimkan berita untuk kami dan kami akan mengecheck sebelum memposting ke halaman Blog ini, bagi siapa saja yang ingin menyumbang berita bisa mengirimkan ke alamat email kami : dpwacehrayeuk@gmail.com

Senin, 05 November 2012


TRAGEDI PEMBANTAIAN MASSA PULOT-COT JEUMPA                 
SEBUAH PERISTIWA PEMBANTAIAN RAKYAT ACEH OLEH TNI REPUBLIK INDONESIA DAN PEMAKSAAN PENERAPAN PANCASILA DI ACEH DULU DAN SEKARANG BAGIAN PERTAMA (I)
Soekarno yang dikenal masyarakat, sebagai penggagas Pancasila, dan kemudian menjadi Presiden pertama Republik Indonesia. Dan juga Soeharto yang menjadi arsitek Orde Baru, adalah orang-orang yang mengganggap dirinya sebagai pengawal setia Pancasila. Dari kedua mantan presiden RI ini, kita ingin memperoleh potret yang jelas tentang hakekat Pancasila dalam penerapan-nya di tanah air. Di sini kita akan mencoba menyoroti kedua tokoh tersebut dalam membuat kebijakan mereka yang didasarkan pada Pancasila, terhadap umat Islam di Aceh khususnya, dan kaum muslimin di seluruh Indonesia pada umumnya.
Untuk menyoroti hal tersebut, di bawah ini, kami kutipkan tulisan Al-Chaedar dalam bukunya: Aceh Bersimbah Darah, khususnya mengenai bagaimana penerapan Pancasila serta akibat-akibat yang ditimbulkannya, baik di masa orla, orba maupun sekarang ini.
Pancasila di Masa Orla¹ Pada masa Orde Lama muncul di Aceh apa yang terkenal dengan peristiwa Pulot-Cot Jeumpa bulan Maret 1954, sehingga peristiwa ini pun disebut peristiwa Mar. Bulan Maret bagi orang Aceh, tidaklah sesuci megah dan agungnya peringatan peristiwa 11 Maret 1966 dalam kerangka pikir Orde Baru, karena kekejaman tentara Republik di bulan itu telah demikian traumatis bagi rakyat Aceh. Dalam peristiwa Pulot-Cot Jeumpa ini, berkaitan dengan Darul Islam (1953-1964) di Aceh, tentara Nasional Indonesia dengan brutal membantai anak-anak bayi, wanita dan orang-orang tua yang sudah uzur. Angkatan perang Republik ini memang terlihat begitu kuat dan perkasanya di hadapan “musuh-musuh” hamba la’eh (kaum lemah) di Aceh ini. Di headline Surat kabar “Peristiwa” yang terbit di Koetaradja (Kini Banda Aceh) memuat berita tragis tentang pembantaian manusia secara keji dan tak berperikemanusiaan: “99 orang penduduk di daerah Pulot Cot Jeumpa (Aceh Besar) yang tidak berdosa dibantai oleh alat negara² Berita yang dikutip oleh beberapa harian di Jakarta, serta menimbulkan beberapa atmosfir kesedihan masyarakat Aceh di Jakarta, serta menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah benar, alat negara membantai rakyatnya sendiri, lebih-lebih rakyat yang tidak berdosa? Apakah mungkin ada kekejaman yang demikian biadab terjadi di Tanah air ini?. Dalam setiap peperangan apa saja bisa terjadi. Tidak mustahil ayah membunuh anaknya, demikian juga sebaliknya.